Senin, 27 September 2010

Who Wants Me Back?

Aku sedang berlari melintasi lapangan bola ketika ada seseorang berteriak.

“Awas bola!”

BUK! Tring tring tring!

Tiba-tiba pandanganku gelap. Dan tanpa tahu persis apa yang terjadi, aku sudah berdiri tegap lagi. Lalu kulihat tubuhku yang terbujur kaku, terbaring tepat di depan kakiku.

Eh? Tubuhku? Kenapa aku bisa melihat tubuhku?

Aku ingin bertanya, tapi pada siapa aku harus bertanya? Lalu kulihat sebuah sinar. Datangnya dari arah timur. Kukira matahari. Baru kusadari kalau itu bukan matahari. Sinar itu datang dari seseorang. Seseorang yang memakai jubah putih dan sayap di punggungnya. Malaikatkah itu?

Sinar terpancar dari seluruh tubuhnya. Eh, bukan deh. Dari kepalanya doang. Ternyata malaikatnya botak. Aku jadi berpikir jangan-jangan malaikat itu bersinar karena kepalanya botak semua? (nggak gitu juga kale!)

Kuhampiri si Pak Malaikat. Dia sedang sibuk dengan buku catatannya. “Permisi, Pak, numpang tanya. Kepalanya kinclong amat ya, ah maaf, bukan itu yang saya mau tanya,”tanyaku ngaco. Si Pak Malaikat memelototiku. Tapi matanya hampir tidak kelihatan karena mataku silau oleh sinar dari kepalanya.Pak Malaikat tidak menjawabku. Dia membolak-balik halaman bukunya. Lalu dia ber-hmm-hmm sejenak dan kembali menatapku.

“Christian Ronaldono, usia dua puluh tiga tahun, mati kena bola sepak,”kata Pak Malaikat. Mati kena bola sepak. Kayaknya ada yang aneh dengan itu. Nggak keren gitu loh. Maunya sih aku protes ke Pak Malaikat, minta diganti dengan cara untuk mati yang lebih kerenan dikit gitu loh. Tapi Pak Malaikat tidak berhenti melotot dari tadi, walaupun tidak begitu kelihatan. Jadi aku urungkan niatku untuk protes.


“Dosamu banyak. Kau tidak akan bisa pergi ke surga,”lanjut Pak Malaikat. Aku tertegun. “Kau itu sok ganteng, sok keren, sok populer, suka kegeeran dan terlalu boros untuk mendandani dirimu sendiri. Intinya, kamu terlalu memuja dirimu sendiri.”

WHAAT??? Itukah dosa-dosaku?! Apakah sekarang sifat dasar laki-laki sudah dihitung sebagai dosa??! Kalau memang kenyataan aku ganteng, keren dan populer, apakah itu dosa?? Berarti semua cowok ganteng di dunia tidak akan masuk surga! Menyesal lah kalian yang ganteng-ganteng! Berjayalah kalian yang jelek-jelek! (minta ditendang!)

“Saat ini kau tidak memenuhi syarat untuk masuk surga. Tapi kamu bisa kembali ke dunia.” Aku membelalak senang. “Tentu saja, ada syaratnya,”kata Pak Malaikat lagi,”kalau ada tiga orang saja yang menginginkan kamu kembali, kamu bisa hidup lagi. Tapi kalau tidak, terpaksa kau harus akan terus tinggal di dunia dalam bentuk roh seperti ini sampai akhirnya surga bisa menerimamu. Itu juga kalau ada tempat kosong.”


Buset, surga apa tempat karoke? Mesti nunggu kosong dulu baru bisa masuk.

Akhirnya dengan petuah Pak Malaikat, aku segera mencari tiga orang itu. Dalam hati, aku tenang-tenang saja. Mudah bagiku untuk menemukan tiga orang tersebut. Karena aku ini populer. Semua orang menyukaiku. Tentunya mereka akan merasa sangat kehilanganku dan ingin aku kembali.


Pertama kali kuhampiri ibuku. Kulihat dia sedang meraung-raung di kamar rumah sakit. Di atas tempat tidur, terbaring tubuhku yang kosong. Di tanganku banyak kabel dan dihidungku ada selang. Ternyata aku koma, belum mati yeeeyy!

Aku berdiri di samping ibuku. “Huhuhuhu, Christian anakku. Kenapa nasibmu naas sekali, Nak? Apa mungkin ini hukuman karena kau tidak pernah berbakti pada orang tuamu?”

Heh?


“Kau selalu buang-buang uang yang papamu kumpulkan. Waktu papamu di rumah sakit, kamu malah sibuk disko dan foya-foya. Lalu kamu kembali dengan tagihan kartu kredit yang menumpuk. Padahal untuk membiayai papamu waktu itu saja, sudah berat. Apa itu tidak dinamakan durhaka?”

Lah?! Kok ngomongnya jadi begini?? Nggak seperti yang kuharapkan. Ganti skenario, ganti skenario!!!

“Tapi kamu anak mama satu-satunya. Mau bagaimana pun, mama tetap sayang kamu. Cepatlah sadar, Anakku,”kata ibu.


Tiba-tiba ada bunyi TING dari atas kepalaku. Ada papan digital yang menunjukkan angka satu. Lalu ada suara Pak Malaikat bergema di dalam telingaku. “Yaah, lumayan, baru mulai sudah dapat satu.”

Aku mendengus. Lihat saja! Buat dapetin tiga orang doang mah, keCEELLLL!!!

Beberapa saat kemudian, datanglah mantan pacarku. Wajahnya semerawut. Matanya bengkak. Kelihatan sekali kalau ia habis menangis. Lihat, sampai mantan pacarku pun menangisiku seperti ini. Mau disebut apalagi kalau bukan populer? Ya memang aku sedikit tidak berbakti pada orang tuaku. Tapi itu tidak bisa menutupi kenyataan kalau aku ini populer huehehehe (pede banget lo!).

Ibuku keluar dan membiarkan mantanku berdua saja denganku. Ia duduk di samping ranjangku. “Cepatlah sadar,”gumamnya pelan. Tiba-tiba bunyi TING terdengar lagi. Papan digital menunjukkan angka dua. YEESS!! Lihat kan! Nggak susah! Sebentar lagi aku akan kembali hidup! Mungkin orang yang terakhir adalah pacarku sendiri. Waktu dia datang nanti, pasti aku akan langsung TRIINGG, I’M ALIVE!

“Gue benci banget sama lu.”

Eit,apa aku salah dengar atau aku sedang berkhayal? Kayaknya tadi ada yang bilang benci-benci gitu deh.


“Kenapa dulu gue bisa pacaran sama lu? Gue menyesal banget sekarang. Lu itu buaya, tukang selingkuh. Selama jadi sama gue, berapa kali lu selingkuh, gue nggak bisa hitung lagi.” Mantanku itu diam sejenak.


“Gue hamil. Lu mesti tanggung jawab.”

JREJEENNG!! Tiba-tiba terdengar lagu yang membuat suasana jadi tegang. Aku merasa seperti lagi nonton film horor di bioskop. Eh, ini lagu dari mana?

Aku menengadah dan melihat si Pak Malaikat sedang sibuk main keyboard. Secara bersamaan, ia main drum dengan kaki dan kecapi dengan mulut. HEBAT AMAT! Boong banget tuh!

Walah, kalau aku hidup lagi, aku harus bertanggung jawab atas kehamilannya?? Ah, nggak usah pusing. Selama dia nggak bisa membuktikan anak itu benar-benar anakku, aku nggak akan mau bertanggung jawab! Bisa saja kan itu anak laki-laki lain??

Berapa lama kemudian mantan pacarku pergi. Sekarang tinggal menunggu orang terakhir untuk membawaku kembali ke dunia. Satu jam, dua jam. Satu hari, dua hari. Tidak ada yang datang lagi mengunjungiku. Aku benar-benar heran. Kemanakah semua temanku? Yang lebih penting lagi, kemanakah pacarku???

Aku pergi mencari pacarku itu. Lalu aku menemukan dia sedang bersenang-senang di kelab malam bersama beberapa cowok yang tidak aku kenal. Cowok-cowok itu kelihatan sangat akrab dengan pacarku, sampai berani peluk-peluk!! TONJOK!!!! CIYAAT!!!! Eh nggak kena. Oya lupa, sekarang aku lagi jadi roh.

“Cowokmu si Dono lagi koma kan? (Christian!! Kurang ajar manggil gue Dono!!) ”tanya salah satu cowok itu,”nggak nemenin?”

Pacarku tertawa keras-keras. “Ngapain nemenin cowok kayak dia! Biar ajah mati sekalian! Gue dekat-dekat dia cuma buat morotin duitnya, royal sih orangnya!”serunya.


Aku tertegun. Jadi, pacarku mau denganku hanya karena uang?


Sialan banget tuh cewek!! Aku keluar dari kelab malam dengan marah. Aku bergegas mencari teman-temanku. Aku harus segera hidup! Akan kubalas cewek itu biar tahu rasa!

Aku menemukan teman-temanku sedang ramai-ramai berkumpul di suatu kafe. Aku bisa mendengar mereka sedang membicarakan aku.

“Kita nggak jenguk Christian?”kata salah seorang teman cewekku.

“Halah, orang kayak gitu, nggak usah dijenguk! Kerjanya nyusahin orang ajah! Mentang-mentang ganteng, banyak duit, suka bertingkah! Duit juga duit emaknya!”sahut satu cowok yang adalah teman baikku. Dulu.

“Iya, ngapain dijenguk. Bagus kita sudah nggak nyumpahin dia mati. Gue benci banget sama dia!”tukas seorang yang lain.


Ah dia. Sudah sewajarnya dia membenciku. Aku merebut pacarnya tiga bulan sebelum pesta pernikahan mereka.


Kemudian yang lain satu persatu mulai bersahut-sahutan. Membeberkan segala kejelekanku dan meluapkan kebenciannya padaku. Aku hanya diam di tempat. Tubuhku lemas kehabisan tenaga. Seluruh energiku seperti dihisap keluar dari dalam tubuhku. 

Lalu aku pergi dari sana dengan lunglai. Pupus sudah harapanku untuk hidup kembali. Tidak ada yang mengharapkanku. Kalaupun aku hidup lagi, apakah aku bisa hidup di tengah orang-orang yang membenciku? Sebegitu jahatnya kah aku sampai orang-orang berpikir lebih baik aku mati? Apakah sifat-sifatku membuat mereka susah? Apakah.. apakah.. apakah... begitu banyak hal yang ingin kutanyakan. Tapi entah harus bertanya pada siapa. 

Pak Malaikat muncul di depanku. Sinar dari kepalanya yang menyilaukan mata membuatku menitikkan air mata. Namun lama kelamaan air mata ini semakin deras, walaupun sinar dari kepala Pak Malaikat mulai redup.

“Bagaimana? Apa kau sudah bisa menemukan orang yang ketiga?”tanyanya sambil mendekat.

Aku menggeleng. Aku mengusap air mataku, mencoba membuatnya berhenti. Tapi air mata ini terus saja mengalir.

“Kau sudah menyadari apa yang membuatmu tidak dapat masuk ke surga? Kau sudah menyadari bahwa begitu banyak orang yang membencimu?”

Aku hanya terdiam dengan air mata terus turun deras dari mataku.

“Kalau kau bisa hidup kembali, apa yang akan kau lakukan?”

Aku mengangkat kepala. Aku merasa sudah tidak ingin hidup lagi setelah tahu semua orang membenciku. Aku tidak akan kuat menahan beban ini. Lebih baik aku tetap begini saja. Tentunya jika aku tidak ada, tidak akan ada yang menderita lagi.

Tapi tiba-tiba aku teringat akan ibuku. Dia akan sendirian jika aku mati. Tidak ada lagi yang bisa menjaganya. Dan mantanku, siapa yang akan bertanggung jawab akan anak yang dikandungnya, jika bukan aku? Terlepas dari anak siapa yang dikandungnya, tiba-tiba aku berniat ingin bertanggung jawab menjadi ayah anak itu. Jika aku hidup kembali.

“Jadi?”tanya Pak Malaikat setelah tidak mendapat jawaban dariku beberapa lama.

“Kalau aku hidup, aku mau berubah. Aku akan berbakti pada ibuku, tidak akan berbuat seenaknya lagi, dan aku akan meminta maaf pada semua orang yang sudah kulukai,”kataku sungguh-sungguh,”tapi sayangnya, tidak ada yang mengharapkan aku kembali lagi.”

Pak Malaikat tersenyum. “Ada satu. Di sana,”ujarnya sambil menunjuk suatu tempat. Aku mengikuti arah tangannya. Ada seekor anak kucing di atas tempat sampah. Ah anak kucing itu, yang sering kuberi makan setiap kali aku lewat.

Anak kucing itu berjalan mendekatiku. “Halo,”katanya.


Aku melompat. Anak kucing bisa bicara??!! Bahasa INDONESIA???? AMAZING!!! BEYOND BELIEVE!


Pak Malaikat menghampiri anak kucing itu. “Halo, Kucing kecil. Apa yang sudah dilakukan orang ini untukmu?”

“Dia selalu memberiku sepotong daging sate setiap kali lewat. Dia orang baik.”

Aku tercenung. Aku memang sering melemparkan sedikit daging sate yang aku beli dekat situ untuknya. Tapi kurasa itu tidak cukup untuk bilang aku baik.


“Tidak ada orang lain yang mau memberiku makanan kecuali dia. Aku sangat senang kalau dia bisa hidup lagi,”kata kucing kecil itu.

Tiba-tiba bunyi TING dari atas kepalaku dan papan digital menunjukkan angka tiga. Tubuhku memudar. Lama kelamaan kesadaranku semakin menghilang. Sebelum benar-benar menjadi gelap, aku mendengar suara Pak Malaikat.


“Ingatlah pada apa yang sudah kau katakan tadi.” Lalu semuanya menjadi gelap.


“Christian! Syukurlah kau sudah sadar!”

Aku mendengar seruan ibu dari sebelah kananku. Ketika kubuka mata, aku melihat air mata membanjir di pipinya. Ia sibuk memanggil dokter dan suster. Wajahnya diliputi kebahagiaan dan kelegaan yang luar biasa. Bisa kulihat itu.

Aku telah sadar dari koma.

Selama koma itu, aku bermimpi. Tentang malaikat berkepala botak, tentang orang-orang di sekitarku dan tentang seekor kucing kecil. Aku merasa hatiku sakit mengingat mimpi itu. Tapi mimpi adalah mimpi.


Ibuku terlihat sangat bahagia menyambut kesadaranku. Pacarku pun datang menjenguk keesokan harinya. Ia menangis meraung-raung, memelukku dan mengatakan tidak akan bisa hidup tanpa diriku. Aku lega, ternyata semua itu hanya mimpi. Memang tidak mungkin mereka membenciku. Hatiku jadi tenang.


Setelah keluar dari rumah sakit, aku yang ngidam makan sate langsung pergi ke tukang sate langgananku. Di sana, aku melihat anak kucing yang ada di mimpiku. Kalau di mimpi, dialah yang membuatku bisa hidup kembali. Walaupun itu hanya mimpi aku merasa ingin berterima kasih padanya. Kulemparkan sepotong daging sate seperti yang biasa kulakukan setiap kali lewat sini.

Kucing kecil itu menghampiri daging yang kulempar itu. Aku tersenyum dan segera meninggalkannya. Tiba-tiba aku mendengar suara.


“Kasih aku makanan lebih banyak kek, aku kan sudah menolongmu.”

Aku berbalik dan menatap kucing itu. Lalu aku mencubit pipiku. Ternyata bukan mimpi.





~END~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar