Senin, 20 September 2010

JALAN KE SURGA

Aku berdiri di pinggir kolam renang. Rencananya, aku akan menjatuhkan diriku ke dalam kolam, lalu pakai gaya batu supaya bisa mencapai dasarnya dan tidak naik-naik lagi ke permukaan. Singkatnya, aku berencana bunuh diri!

Tapi, ketika air kolam menyapu telapak kakiku yang telanjang, aku langsung mundur. DINGIN EUY! Nggak tahan deh bok kalau harus nyelam ke dalam situ! Hiiyy! Ogah! (lah katanya mau bunuh diri?)

Akhirnya aku hanya bisa meringkuk di pinggiran sambil meratapi nasib. Anak-anak kecil yang sedang berkeliaran gembira di dalam kolam, semuanya memperhatikan aku. Mereka bisik-bisik, ih kesian kakaknya, nggak bisa berenang kayak kita kali ya. Begitulah kira-kira sekelebat bisik-bisik mereka.


Aku sedang dilanda keputus asaan yang teramat sangat. Uang untuk modal membuat kelab malam dibawa lari partner bisnisku. Jumlahnya tidak besar, tapi TERAMAT SANGAT BESAR SEKALI! Itu adalah seluruh isi tabunganku. Tabungan yang selama 10 tahun kukumpulkan susah payah. Kini lenyap begitu saja tak berbekas.


Setelah aku mendadak kere, teman-teman sosialita-ku mulai menjauhi aku. Aku sudah tidak bisa menjalani gaya kehidupanku yang dulu. Sudah tidak bisa lagi pergi ke kelab malam, tidak bisa makan di restoran berkelas atau pergi ke spa center yang sangat mahal.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, pacarku tidak memerlukan waktu yang lama untuk mencari penggantiku. Segera setelah masa jayaku jatuh, dia sudah terlihat bermesraan dengan wanita lain! (buaya kaw! Kadal! Biawak! Komodooo!! Pokoknya semua hewan reptilia lainnya! UUUGHHHH!!)


Betapa naasnya hidupku. Kini aku tidak tahu harus melakukan apa untuk melanjutkan hidup di dunia ini. Karena itu aku berniat bunuh diri. Tapi aku terlalu pengecut untuk lompat dari atas gedung. Takut sakit kalau harus memotong nadi. Dan punya phobia dengan air. Sudah jelas, aku AMAT SALAH SEKALI memutuskan tenggelam sebagai cara untuk bunuh diri.


Apakah tidak ada cara bunuh diri yang aman dan tidak menyakitkan?


Haahhh, sambil mencoba memikirkan caranya, lebih baik aku bersantai dulu. Aku tidur-tiduran di atas kursi plastik di pinggir kolam. Inilah satu-satunya kegiatan paling berkelas yang bisa aku lakukan sekarang. Sunbathing di pinggir kolam renang.


Tiba-tiba seorang anak kecil menghampiriku. Anak cowok yang kurus dan pucat. Dia berdiri di sampingku.

“Kakak tahu dimana jalan untuk ke surga?”

Telingaku berdiri tegak (emank kelinci??!) Apakah aku ada tampang tahu dimana jalan ke surga? Jalan ke neraka mungkin!

“Coba kamu tanya satpam di sana, Dek,”kataku asal sambil menunjuk ke arah satpam. Satpam itu kelihatan lebih berpotensi untuk masuk ke surga dibandingkan aku.

"Tolonglah, Kak. Cuma kakak yang bisa membantu aku,”pinta anak itu miris.

Aku mengerang dalam hati. Tapi akhirnya kuputuskan untuk meladeni anak itu. Mumpung nggak ada kerjaan. Sekalian berbuat baik sebelum mati. Biar dapat pahala. Lagian siapa tahu kami benar-benar menemukan “jalan surga”. Jadi aku tidak usah susah-susah bunuh diri untuk pergi ke sana.


Aku membawa anak itu pergi dengan mobilku. Dia memberi arah agar aku mengantarnya ke tanah kosong dekat situ. Di sekitarnya tanah kosong itu, banyak pemukiman kumuh yang kotor. Duh! Dari dulu aku selalu menghindari daerah seperti ini. Di tempat seperti ini pasti banyak yang jahat! Kalau lihat orang membawa mobil mahal seperti aku, mata mereka pasti langsung hijau. Ada duit berjalan. Ada duit berjalan.


“Kata malaikat, jalan ke surga ada di tempat yang terang dan kosong. Apa mungkin ada di sini ya, Kak?”tanya anak itu.


“Duh, nggak mungkin di sini, nggak mungkin!”seruku cepat-cepat,”Di sana ada tempat yang lebih terang dan lebih kosong, kita ke sana saja yuk!” Yuuuu! Cepat kita pergi dari sini, Dek, sebelum para penyamunnya keluar!


Aku menyalakan mesin mobilku. Tidak mau menyala. Aku coba lagi. Masih tidak mau menyala! Aku panik! Kenapa mobilnya mati di saat-saat seperti ini??


Tiba-tiba, lingkungan yang tadinya kosong, mulai bermunculan orang satu persatu. Satu, dua, lima laki-laki berparas seram menghampiri mobilku! Aaakhhh! Habislah aku! Mereka pasti mau merampok dan tidak akan membiarkan wanita cantik sepertiku pergi begitu saja! (GEER!) Aku tidak akan bisa kembali hidup-hidup!


Walaupun aku berniat mati, tapi aku tidak mau mati dengan cara seperti ini!!! OH Tuhann!! Ku tarik niat ku dehhh!!!


Salah satu dari mereka mengetok kacaku. Aku gemetar. Aku tidak bergerak dan tidak menengok. Mereka seram-seram sekali! Aku takut!


“Mbak, mobilnya mogok ya? Kita bantu dorong deh,”kata laki-laki itu setelah aku cuekin beberapa lama. Kemudian kelima laki-laki tersebut, mulai mendorong mobilku bersamaan. Aku jadi bingung. Tapi aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk kabur. Aku nyalakan mesinku dan TRINGG mesinnya menderu. Lalu aku sudah bersiap tancap gas ketika tiba-tiba banyak anak kecil berlarian di depan mobil.

AAAKHH!! Apa ini trik mereka supaya aku nggak kabur???

Seorang laki-laki yang lain menghampiri anak-anak itu. Dia menyuruh mereka minggir kemudian mempersilakan aku lewat. Aku tertegun. Ternyata mereka sedang berbuat baik padaku, tidak seperti yang aku pikirkan tadi.

Setelah mengumpulkan segenap keberanianku, aku keluar dari mobil untuk mengucapkan terima kasih. Lalu ku sodorkan beberapa lembar sepuluh ribuan sebagai tanda terima kasih telah membantuku. Tapi orang itu menolak. “Ndak usah, Mbak. Orang cuma dorong segitu saja,”jawabnya sambil tersenyum.

Aku terhenyak. Mereka tidak seperti yang kubayangkan selama ini.

“Wah, mobilnya bagus sekali!” Anak-anak tadi berkerumun mengelilingi mobilku. Yah, memang beda. BMW seri 325i ini memang begitu memukau. Apalagi kalau berada di lingkungan seperti ini. Anak-anak itu hanya memandang saja sambil ber-wah-wah. Tapi mereka tidak menyentuh mobilku sama sekali. Melihat mereka yang sangat terkeseima dengan kilauan BMW-ku, tiba-tiba aku melakukan sesuatu yang SANGAT di luar dugaan.


Kuajak anak-anak itu jalan-jalan mengelilingi Jakarta dengan mobilku (salah satu laki-laki seram itu ikut, tapi untung aku sudah nggak takut lagi :D) Mereka girangnya setengah mati! Terpancar di wajah mereka kalau mereka benar-benar menikmati perjalanan ini. Mereka kelihatan sangat gembira. Si anak cowok kurus yang sejak tadi bersamaku, hanya diam saja di bangku depan. Dan anak-anak yang lain juga tidak menghiraukannya.


Setelah satu jam berkeliling, kami kembali ke pemukiman tadi. Aku membelikan mereka tiga liter es krim untuk dimakan bersama-sama. Aku merasa agak malu hanya bisa membelikan mereka es krim murahan (duit pas-pasan cooyy!). Tapi mereka malah sangat senang dengan pemberianku itu. Mungkin es krim murahan ini sudah terlihat sangat mahal untuk mereka.


Ternyata mereka adalah anak-anak panti asuhan di pemukiman itu. Aku dan Dion (akhirnya gue tanya juga namanya, abis capek manggilnya “si anak cowok kurus” melulu!) diajak bertandang ke panti mereka. Kalau melihat keadaan pantinya, aku langsung tahu bahwa kehidupan mereka sehari-hari sangat susah. Tapi, sungguh mengejutkanku, semua anak di panti itu, tetap ceria, sopan dan rajin. Aku sendiri tidak bisa membayangkan kalau harus hidup seperti ini. Makanya aku memilih untuk mati tadinya.


Sembari makan es krim yang kubelikan, aku menceritakan cerita-cerita lucu kepada anak-anak itu. Mereka tergelak-gelak sampai ada yang tersedak karena mendengar ceritaku. Aku juga ikut tertawa. Tertawa puas. Bahkan sampai menitikkan air mata. Entahlah air mata apa itu. Tapi aku merasakan ada semburan hangat dari dalam dadaku. Membuatku jadi terharu. Dadaku terasa begitu lega. PLONG gitu deh!

Aku juga merasakan seperti ada cahaya yang hangat menyinari diriku. Niatku untuk bunuh diri lenyap bersama angin sepoi-sepoi yang bertiup dari sela-sela dinding seng panti. Kini hatiku terasa begitu lapang dan terang.


Aku baru menyadari. Membuat orang lain bahagia juga bisa membahagiakan diri sendiri. Anak-anak ini memberikanku senyum yang begitu tulus yang selama ini belum pernah kuterima dari orang-orang di sekitarku. Padahal aku hanya melakukan hal yang kecil sekali untuk mereka.


Kalau keponakan-keponakanku, tidak akan tersenyum kalau aku tidak memberikan mereka mainan-mainan mahal. Dikasih pun, mereka tidak pernah mengucapkan terima kasih dengan tulus.


Aku juga menyadari, bahwa untuk anak-anak seperti inilah aku akan berguna. Walaupun aku tidak punya uang banyak lagi sekarang, pasti aku punya sesuatu yang bisa kuberikan pada mereka. Apapun bentuknya itu.


Akhirnya aku menangis. Tangis lega. Tangis bahagia. Tuhan sudah menunjukkan apa yang bisa kulakukan. Aku tidak mau lagi bunuh diri. Aku tidak mau mati.


Anak-anak itu kebingungan dan mengerubungi aku. Mereka menepuk-nepuk pundakku dan mengelus-elus rambutku. Aku menyambut perhatian mereka dengan senyum.


Tiba-tiba Dion berdiri di depanku. Agak jauh.
“Kakak sudah menemukan jalan ke surga,”katanya. “Tapi jalan itu bukan untukku. Aku harus mulai mencari lagi. Kakak sudah tidak bisa membantu.”


Aku mengerutkan kening. Dion tersenyum. “Tenggelam itu sakit, Kak.” Itulah ucapan terakhirnya sebelum dia menghilang.


Aku mengerjap-ngerjap. Dion hilang. Dia hilang sudah seperti hantu-hantu di film yang tiba-tiba memudar begitu saja. Hantu? DION HANTU??? Gyaaaa!!!!


Keesokannya aku melihat berita kematian di koran. Dion. Dia meninggal dua hari yang lalu. Menurut berita, anak itu bunuh diri. Dia melompat dari beranda apartemennya dan tercebur ke kolam renang. Dion mati tenggelam sebelum orang-orang berhasil menyelamatkannya.


Aku termenung di depan koran. Jadi, kemarin itu adalah arwahnya yang belum bisa pergi ke surga? Apakah dia tidak bisa menemukan jalannya karena dia mati bunuh diri? Kenapa dia meminta tolong padaku?


Begitu banyak pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Tapi tiba-tiba aku seperti menemukan jawabannya. Mungkin dia meminta tolong padaku karena dia tahu aku berniat bunuh diri. Orang-orang yang berniat seperti itu mungkin akan lebih dekat dengan alam-alam seberang sana.


Dan ketika aku memutuskan untuk tidak mau bunuh diri lagi, aku mulai menjauh dari alam-alam itu. Makanya, dia mengatakan aku sudah tidak bisa membantunya lagi.


“Kakak sudah menemukan jalan ke surga.”


Masih terngiang di telingaku kata-kata darinya. Aku bisa menemukannya karena kamu, Dion. Semoga kamu juga segera menemukannya...




~END~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar