Senin, 27 September 2010

Who Wants Me Back?

Aku sedang berlari melintasi lapangan bola ketika ada seseorang berteriak.

“Awas bola!”

BUK! Tring tring tring!

Tiba-tiba pandanganku gelap. Dan tanpa tahu persis apa yang terjadi, aku sudah berdiri tegap lagi. Lalu kulihat tubuhku yang terbujur kaku, terbaring tepat di depan kakiku.

Eh? Tubuhku? Kenapa aku bisa melihat tubuhku?

Aku ingin bertanya, tapi pada siapa aku harus bertanya? Lalu kulihat sebuah sinar. Datangnya dari arah timur. Kukira matahari. Baru kusadari kalau itu bukan matahari. Sinar itu datang dari seseorang. Seseorang yang memakai jubah putih dan sayap di punggungnya. Malaikatkah itu?

Sinar terpancar dari seluruh tubuhnya. Eh, bukan deh. Dari kepalanya doang. Ternyata malaikatnya botak. Aku jadi berpikir jangan-jangan malaikat itu bersinar karena kepalanya botak semua? (nggak gitu juga kale!)

Kuhampiri si Pak Malaikat. Dia sedang sibuk dengan buku catatannya. “Permisi, Pak, numpang tanya. Kepalanya kinclong amat ya, ah maaf, bukan itu yang saya mau tanya,”tanyaku ngaco. Si Pak Malaikat memelototiku. Tapi matanya hampir tidak kelihatan karena mataku silau oleh sinar dari kepalanya.Pak Malaikat tidak menjawabku. Dia membolak-balik halaman bukunya. Lalu dia ber-hmm-hmm sejenak dan kembali menatapku.

“Christian Ronaldono, usia dua puluh tiga tahun, mati kena bola sepak,”kata Pak Malaikat. Mati kena bola sepak. Kayaknya ada yang aneh dengan itu. Nggak keren gitu loh. Maunya sih aku protes ke Pak Malaikat, minta diganti dengan cara untuk mati yang lebih kerenan dikit gitu loh. Tapi Pak Malaikat tidak berhenti melotot dari tadi, walaupun tidak begitu kelihatan. Jadi aku urungkan niatku untuk protes.


“Dosamu banyak. Kau tidak akan bisa pergi ke surga,”lanjut Pak Malaikat. Aku tertegun. “Kau itu sok ganteng, sok keren, sok populer, suka kegeeran dan terlalu boros untuk mendandani dirimu sendiri. Intinya, kamu terlalu memuja dirimu sendiri.”

WHAAT??? Itukah dosa-dosaku?! Apakah sekarang sifat dasar laki-laki sudah dihitung sebagai dosa??! Kalau memang kenyataan aku ganteng, keren dan populer, apakah itu dosa?? Berarti semua cowok ganteng di dunia tidak akan masuk surga! Menyesal lah kalian yang ganteng-ganteng! Berjayalah kalian yang jelek-jelek! (minta ditendang!)

“Saat ini kau tidak memenuhi syarat untuk masuk surga. Tapi kamu bisa kembali ke dunia.” Aku membelalak senang. “Tentu saja, ada syaratnya,”kata Pak Malaikat lagi,”kalau ada tiga orang saja yang menginginkan kamu kembali, kamu bisa hidup lagi. Tapi kalau tidak, terpaksa kau harus akan terus tinggal di dunia dalam bentuk roh seperti ini sampai akhirnya surga bisa menerimamu. Itu juga kalau ada tempat kosong.”


Buset, surga apa tempat karoke? Mesti nunggu kosong dulu baru bisa masuk.

Akhirnya dengan petuah Pak Malaikat, aku segera mencari tiga orang itu. Dalam hati, aku tenang-tenang saja. Mudah bagiku untuk menemukan tiga orang tersebut. Karena aku ini populer. Semua orang menyukaiku. Tentunya mereka akan merasa sangat kehilanganku dan ingin aku kembali.


Pertama kali kuhampiri ibuku. Kulihat dia sedang meraung-raung di kamar rumah sakit. Di atas tempat tidur, terbaring tubuhku yang kosong. Di tanganku banyak kabel dan dihidungku ada selang. Ternyata aku koma, belum mati yeeeyy!

Aku berdiri di samping ibuku. “Huhuhuhu, Christian anakku. Kenapa nasibmu naas sekali, Nak? Apa mungkin ini hukuman karena kau tidak pernah berbakti pada orang tuamu?”

Heh?


“Kau selalu buang-buang uang yang papamu kumpulkan. Waktu papamu di rumah sakit, kamu malah sibuk disko dan foya-foya. Lalu kamu kembali dengan tagihan kartu kredit yang menumpuk. Padahal untuk membiayai papamu waktu itu saja, sudah berat. Apa itu tidak dinamakan durhaka?”

Lah?! Kok ngomongnya jadi begini?? Nggak seperti yang kuharapkan. Ganti skenario, ganti skenario!!!

“Tapi kamu anak mama satu-satunya. Mau bagaimana pun, mama tetap sayang kamu. Cepatlah sadar, Anakku,”kata ibu.


Tiba-tiba ada bunyi TING dari atas kepalaku. Ada papan digital yang menunjukkan angka satu. Lalu ada suara Pak Malaikat bergema di dalam telingaku. “Yaah, lumayan, baru mulai sudah dapat satu.”

Aku mendengus. Lihat saja! Buat dapetin tiga orang doang mah, keCEELLLL!!!

Beberapa saat kemudian, datanglah mantan pacarku. Wajahnya semerawut. Matanya bengkak. Kelihatan sekali kalau ia habis menangis. Lihat, sampai mantan pacarku pun menangisiku seperti ini. Mau disebut apalagi kalau bukan populer? Ya memang aku sedikit tidak berbakti pada orang tuaku. Tapi itu tidak bisa menutupi kenyataan kalau aku ini populer huehehehe (pede banget lo!).

Ibuku keluar dan membiarkan mantanku berdua saja denganku. Ia duduk di samping ranjangku. “Cepatlah sadar,”gumamnya pelan. Tiba-tiba bunyi TING terdengar lagi. Papan digital menunjukkan angka dua. YEESS!! Lihat kan! Nggak susah! Sebentar lagi aku akan kembali hidup! Mungkin orang yang terakhir adalah pacarku sendiri. Waktu dia datang nanti, pasti aku akan langsung TRIINGG, I’M ALIVE!

“Gue benci banget sama lu.”

Eit,apa aku salah dengar atau aku sedang berkhayal? Kayaknya tadi ada yang bilang benci-benci gitu deh.


“Kenapa dulu gue bisa pacaran sama lu? Gue menyesal banget sekarang. Lu itu buaya, tukang selingkuh. Selama jadi sama gue, berapa kali lu selingkuh, gue nggak bisa hitung lagi.” Mantanku itu diam sejenak.


“Gue hamil. Lu mesti tanggung jawab.”

JREJEENNG!! Tiba-tiba terdengar lagu yang membuat suasana jadi tegang. Aku merasa seperti lagi nonton film horor di bioskop. Eh, ini lagu dari mana?

Aku menengadah dan melihat si Pak Malaikat sedang sibuk main keyboard. Secara bersamaan, ia main drum dengan kaki dan kecapi dengan mulut. HEBAT AMAT! Boong banget tuh!

Walah, kalau aku hidup lagi, aku harus bertanggung jawab atas kehamilannya?? Ah, nggak usah pusing. Selama dia nggak bisa membuktikan anak itu benar-benar anakku, aku nggak akan mau bertanggung jawab! Bisa saja kan itu anak laki-laki lain??

Berapa lama kemudian mantan pacarku pergi. Sekarang tinggal menunggu orang terakhir untuk membawaku kembali ke dunia. Satu jam, dua jam. Satu hari, dua hari. Tidak ada yang datang lagi mengunjungiku. Aku benar-benar heran. Kemanakah semua temanku? Yang lebih penting lagi, kemanakah pacarku???

Aku pergi mencari pacarku itu. Lalu aku menemukan dia sedang bersenang-senang di kelab malam bersama beberapa cowok yang tidak aku kenal. Cowok-cowok itu kelihatan sangat akrab dengan pacarku, sampai berani peluk-peluk!! TONJOK!!!! CIYAAT!!!! Eh nggak kena. Oya lupa, sekarang aku lagi jadi roh.

“Cowokmu si Dono lagi koma kan? (Christian!! Kurang ajar manggil gue Dono!!) ”tanya salah satu cowok itu,”nggak nemenin?”

Pacarku tertawa keras-keras. “Ngapain nemenin cowok kayak dia! Biar ajah mati sekalian! Gue dekat-dekat dia cuma buat morotin duitnya, royal sih orangnya!”serunya.


Aku tertegun. Jadi, pacarku mau denganku hanya karena uang?


Sialan banget tuh cewek!! Aku keluar dari kelab malam dengan marah. Aku bergegas mencari teman-temanku. Aku harus segera hidup! Akan kubalas cewek itu biar tahu rasa!

Aku menemukan teman-temanku sedang ramai-ramai berkumpul di suatu kafe. Aku bisa mendengar mereka sedang membicarakan aku.

“Kita nggak jenguk Christian?”kata salah seorang teman cewekku.

“Halah, orang kayak gitu, nggak usah dijenguk! Kerjanya nyusahin orang ajah! Mentang-mentang ganteng, banyak duit, suka bertingkah! Duit juga duit emaknya!”sahut satu cowok yang adalah teman baikku. Dulu.

“Iya, ngapain dijenguk. Bagus kita sudah nggak nyumpahin dia mati. Gue benci banget sama dia!”tukas seorang yang lain.


Ah dia. Sudah sewajarnya dia membenciku. Aku merebut pacarnya tiga bulan sebelum pesta pernikahan mereka.


Kemudian yang lain satu persatu mulai bersahut-sahutan. Membeberkan segala kejelekanku dan meluapkan kebenciannya padaku. Aku hanya diam di tempat. Tubuhku lemas kehabisan tenaga. Seluruh energiku seperti dihisap keluar dari dalam tubuhku. 

Lalu aku pergi dari sana dengan lunglai. Pupus sudah harapanku untuk hidup kembali. Tidak ada yang mengharapkanku. Kalaupun aku hidup lagi, apakah aku bisa hidup di tengah orang-orang yang membenciku? Sebegitu jahatnya kah aku sampai orang-orang berpikir lebih baik aku mati? Apakah sifat-sifatku membuat mereka susah? Apakah.. apakah.. apakah... begitu banyak hal yang ingin kutanyakan. Tapi entah harus bertanya pada siapa. 

Pak Malaikat muncul di depanku. Sinar dari kepalanya yang menyilaukan mata membuatku menitikkan air mata. Namun lama kelamaan air mata ini semakin deras, walaupun sinar dari kepala Pak Malaikat mulai redup.

“Bagaimana? Apa kau sudah bisa menemukan orang yang ketiga?”tanyanya sambil mendekat.

Aku menggeleng. Aku mengusap air mataku, mencoba membuatnya berhenti. Tapi air mata ini terus saja mengalir.

“Kau sudah menyadari apa yang membuatmu tidak dapat masuk ke surga? Kau sudah menyadari bahwa begitu banyak orang yang membencimu?”

Aku hanya terdiam dengan air mata terus turun deras dari mataku.

“Kalau kau bisa hidup kembali, apa yang akan kau lakukan?”

Aku mengangkat kepala. Aku merasa sudah tidak ingin hidup lagi setelah tahu semua orang membenciku. Aku tidak akan kuat menahan beban ini. Lebih baik aku tetap begini saja. Tentunya jika aku tidak ada, tidak akan ada yang menderita lagi.

Tapi tiba-tiba aku teringat akan ibuku. Dia akan sendirian jika aku mati. Tidak ada lagi yang bisa menjaganya. Dan mantanku, siapa yang akan bertanggung jawab akan anak yang dikandungnya, jika bukan aku? Terlepas dari anak siapa yang dikandungnya, tiba-tiba aku berniat ingin bertanggung jawab menjadi ayah anak itu. Jika aku hidup kembali.

“Jadi?”tanya Pak Malaikat setelah tidak mendapat jawaban dariku beberapa lama.

“Kalau aku hidup, aku mau berubah. Aku akan berbakti pada ibuku, tidak akan berbuat seenaknya lagi, dan aku akan meminta maaf pada semua orang yang sudah kulukai,”kataku sungguh-sungguh,”tapi sayangnya, tidak ada yang mengharapkan aku kembali lagi.”

Pak Malaikat tersenyum. “Ada satu. Di sana,”ujarnya sambil menunjuk suatu tempat. Aku mengikuti arah tangannya. Ada seekor anak kucing di atas tempat sampah. Ah anak kucing itu, yang sering kuberi makan setiap kali aku lewat.

Anak kucing itu berjalan mendekatiku. “Halo,”katanya.


Aku melompat. Anak kucing bisa bicara??!! Bahasa INDONESIA???? AMAZING!!! BEYOND BELIEVE!


Pak Malaikat menghampiri anak kucing itu. “Halo, Kucing kecil. Apa yang sudah dilakukan orang ini untukmu?”

“Dia selalu memberiku sepotong daging sate setiap kali lewat. Dia orang baik.”

Aku tercenung. Aku memang sering melemparkan sedikit daging sate yang aku beli dekat situ untuknya. Tapi kurasa itu tidak cukup untuk bilang aku baik.


“Tidak ada orang lain yang mau memberiku makanan kecuali dia. Aku sangat senang kalau dia bisa hidup lagi,”kata kucing kecil itu.

Tiba-tiba bunyi TING dari atas kepalaku dan papan digital menunjukkan angka tiga. Tubuhku memudar. Lama kelamaan kesadaranku semakin menghilang. Sebelum benar-benar menjadi gelap, aku mendengar suara Pak Malaikat.


“Ingatlah pada apa yang sudah kau katakan tadi.” Lalu semuanya menjadi gelap.


“Christian! Syukurlah kau sudah sadar!”

Aku mendengar seruan ibu dari sebelah kananku. Ketika kubuka mata, aku melihat air mata membanjir di pipinya. Ia sibuk memanggil dokter dan suster. Wajahnya diliputi kebahagiaan dan kelegaan yang luar biasa. Bisa kulihat itu.

Aku telah sadar dari koma.

Selama koma itu, aku bermimpi. Tentang malaikat berkepala botak, tentang orang-orang di sekitarku dan tentang seekor kucing kecil. Aku merasa hatiku sakit mengingat mimpi itu. Tapi mimpi adalah mimpi.


Ibuku terlihat sangat bahagia menyambut kesadaranku. Pacarku pun datang menjenguk keesokan harinya. Ia menangis meraung-raung, memelukku dan mengatakan tidak akan bisa hidup tanpa diriku. Aku lega, ternyata semua itu hanya mimpi. Memang tidak mungkin mereka membenciku. Hatiku jadi tenang.


Setelah keluar dari rumah sakit, aku yang ngidam makan sate langsung pergi ke tukang sate langgananku. Di sana, aku melihat anak kucing yang ada di mimpiku. Kalau di mimpi, dialah yang membuatku bisa hidup kembali. Walaupun itu hanya mimpi aku merasa ingin berterima kasih padanya. Kulemparkan sepotong daging sate seperti yang biasa kulakukan setiap kali lewat sini.

Kucing kecil itu menghampiri daging yang kulempar itu. Aku tersenyum dan segera meninggalkannya. Tiba-tiba aku mendengar suara.


“Kasih aku makanan lebih banyak kek, aku kan sudah menolongmu.”

Aku berbalik dan menatap kucing itu. Lalu aku mencubit pipiku. Ternyata bukan mimpi.





~END~

Senin, 20 September 2010

JALAN KE SURGA

Aku berdiri di pinggir kolam renang. Rencananya, aku akan menjatuhkan diriku ke dalam kolam, lalu pakai gaya batu supaya bisa mencapai dasarnya dan tidak naik-naik lagi ke permukaan. Singkatnya, aku berencana bunuh diri!

Tapi, ketika air kolam menyapu telapak kakiku yang telanjang, aku langsung mundur. DINGIN EUY! Nggak tahan deh bok kalau harus nyelam ke dalam situ! Hiiyy! Ogah! (lah katanya mau bunuh diri?)

Akhirnya aku hanya bisa meringkuk di pinggiran sambil meratapi nasib. Anak-anak kecil yang sedang berkeliaran gembira di dalam kolam, semuanya memperhatikan aku. Mereka bisik-bisik, ih kesian kakaknya, nggak bisa berenang kayak kita kali ya. Begitulah kira-kira sekelebat bisik-bisik mereka.


Aku sedang dilanda keputus asaan yang teramat sangat. Uang untuk modal membuat kelab malam dibawa lari partner bisnisku. Jumlahnya tidak besar, tapi TERAMAT SANGAT BESAR SEKALI! Itu adalah seluruh isi tabunganku. Tabungan yang selama 10 tahun kukumpulkan susah payah. Kini lenyap begitu saja tak berbekas.


Setelah aku mendadak kere, teman-teman sosialita-ku mulai menjauhi aku. Aku sudah tidak bisa menjalani gaya kehidupanku yang dulu. Sudah tidak bisa lagi pergi ke kelab malam, tidak bisa makan di restoran berkelas atau pergi ke spa center yang sangat mahal.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, pacarku tidak memerlukan waktu yang lama untuk mencari penggantiku. Segera setelah masa jayaku jatuh, dia sudah terlihat bermesraan dengan wanita lain! (buaya kaw! Kadal! Biawak! Komodooo!! Pokoknya semua hewan reptilia lainnya! UUUGHHHH!!)


Betapa naasnya hidupku. Kini aku tidak tahu harus melakukan apa untuk melanjutkan hidup di dunia ini. Karena itu aku berniat bunuh diri. Tapi aku terlalu pengecut untuk lompat dari atas gedung. Takut sakit kalau harus memotong nadi. Dan punya phobia dengan air. Sudah jelas, aku AMAT SALAH SEKALI memutuskan tenggelam sebagai cara untuk bunuh diri.


Apakah tidak ada cara bunuh diri yang aman dan tidak menyakitkan?


Haahhh, sambil mencoba memikirkan caranya, lebih baik aku bersantai dulu. Aku tidur-tiduran di atas kursi plastik di pinggir kolam. Inilah satu-satunya kegiatan paling berkelas yang bisa aku lakukan sekarang. Sunbathing di pinggir kolam renang.


Tiba-tiba seorang anak kecil menghampiriku. Anak cowok yang kurus dan pucat. Dia berdiri di sampingku.

“Kakak tahu dimana jalan untuk ke surga?”

Telingaku berdiri tegak (emank kelinci??!) Apakah aku ada tampang tahu dimana jalan ke surga? Jalan ke neraka mungkin!

“Coba kamu tanya satpam di sana, Dek,”kataku asal sambil menunjuk ke arah satpam. Satpam itu kelihatan lebih berpotensi untuk masuk ke surga dibandingkan aku.

"Tolonglah, Kak. Cuma kakak yang bisa membantu aku,”pinta anak itu miris.

Aku mengerang dalam hati. Tapi akhirnya kuputuskan untuk meladeni anak itu. Mumpung nggak ada kerjaan. Sekalian berbuat baik sebelum mati. Biar dapat pahala. Lagian siapa tahu kami benar-benar menemukan “jalan surga”. Jadi aku tidak usah susah-susah bunuh diri untuk pergi ke sana.


Aku membawa anak itu pergi dengan mobilku. Dia memberi arah agar aku mengantarnya ke tanah kosong dekat situ. Di sekitarnya tanah kosong itu, banyak pemukiman kumuh yang kotor. Duh! Dari dulu aku selalu menghindari daerah seperti ini. Di tempat seperti ini pasti banyak yang jahat! Kalau lihat orang membawa mobil mahal seperti aku, mata mereka pasti langsung hijau. Ada duit berjalan. Ada duit berjalan.


“Kata malaikat, jalan ke surga ada di tempat yang terang dan kosong. Apa mungkin ada di sini ya, Kak?”tanya anak itu.


“Duh, nggak mungkin di sini, nggak mungkin!”seruku cepat-cepat,”Di sana ada tempat yang lebih terang dan lebih kosong, kita ke sana saja yuk!” Yuuuu! Cepat kita pergi dari sini, Dek, sebelum para penyamunnya keluar!


Aku menyalakan mesin mobilku. Tidak mau menyala. Aku coba lagi. Masih tidak mau menyala! Aku panik! Kenapa mobilnya mati di saat-saat seperti ini??


Tiba-tiba, lingkungan yang tadinya kosong, mulai bermunculan orang satu persatu. Satu, dua, lima laki-laki berparas seram menghampiri mobilku! Aaakhhh! Habislah aku! Mereka pasti mau merampok dan tidak akan membiarkan wanita cantik sepertiku pergi begitu saja! (GEER!) Aku tidak akan bisa kembali hidup-hidup!


Walaupun aku berniat mati, tapi aku tidak mau mati dengan cara seperti ini!!! OH Tuhann!! Ku tarik niat ku dehhh!!!


Salah satu dari mereka mengetok kacaku. Aku gemetar. Aku tidak bergerak dan tidak menengok. Mereka seram-seram sekali! Aku takut!


“Mbak, mobilnya mogok ya? Kita bantu dorong deh,”kata laki-laki itu setelah aku cuekin beberapa lama. Kemudian kelima laki-laki tersebut, mulai mendorong mobilku bersamaan. Aku jadi bingung. Tapi aku tidak mau melewatkan kesempatan untuk kabur. Aku nyalakan mesinku dan TRINGG mesinnya menderu. Lalu aku sudah bersiap tancap gas ketika tiba-tiba banyak anak kecil berlarian di depan mobil.

AAAKHH!! Apa ini trik mereka supaya aku nggak kabur???

Seorang laki-laki yang lain menghampiri anak-anak itu. Dia menyuruh mereka minggir kemudian mempersilakan aku lewat. Aku tertegun. Ternyata mereka sedang berbuat baik padaku, tidak seperti yang aku pikirkan tadi.

Setelah mengumpulkan segenap keberanianku, aku keluar dari mobil untuk mengucapkan terima kasih. Lalu ku sodorkan beberapa lembar sepuluh ribuan sebagai tanda terima kasih telah membantuku. Tapi orang itu menolak. “Ndak usah, Mbak. Orang cuma dorong segitu saja,”jawabnya sambil tersenyum.

Aku terhenyak. Mereka tidak seperti yang kubayangkan selama ini.

“Wah, mobilnya bagus sekali!” Anak-anak tadi berkerumun mengelilingi mobilku. Yah, memang beda. BMW seri 325i ini memang begitu memukau. Apalagi kalau berada di lingkungan seperti ini. Anak-anak itu hanya memandang saja sambil ber-wah-wah. Tapi mereka tidak menyentuh mobilku sama sekali. Melihat mereka yang sangat terkeseima dengan kilauan BMW-ku, tiba-tiba aku melakukan sesuatu yang SANGAT di luar dugaan.


Kuajak anak-anak itu jalan-jalan mengelilingi Jakarta dengan mobilku (salah satu laki-laki seram itu ikut, tapi untung aku sudah nggak takut lagi :D) Mereka girangnya setengah mati! Terpancar di wajah mereka kalau mereka benar-benar menikmati perjalanan ini. Mereka kelihatan sangat gembira. Si anak cowok kurus yang sejak tadi bersamaku, hanya diam saja di bangku depan. Dan anak-anak yang lain juga tidak menghiraukannya.


Setelah satu jam berkeliling, kami kembali ke pemukiman tadi. Aku membelikan mereka tiga liter es krim untuk dimakan bersama-sama. Aku merasa agak malu hanya bisa membelikan mereka es krim murahan (duit pas-pasan cooyy!). Tapi mereka malah sangat senang dengan pemberianku itu. Mungkin es krim murahan ini sudah terlihat sangat mahal untuk mereka.


Ternyata mereka adalah anak-anak panti asuhan di pemukiman itu. Aku dan Dion (akhirnya gue tanya juga namanya, abis capek manggilnya “si anak cowok kurus” melulu!) diajak bertandang ke panti mereka. Kalau melihat keadaan pantinya, aku langsung tahu bahwa kehidupan mereka sehari-hari sangat susah. Tapi, sungguh mengejutkanku, semua anak di panti itu, tetap ceria, sopan dan rajin. Aku sendiri tidak bisa membayangkan kalau harus hidup seperti ini. Makanya aku memilih untuk mati tadinya.


Sembari makan es krim yang kubelikan, aku menceritakan cerita-cerita lucu kepada anak-anak itu. Mereka tergelak-gelak sampai ada yang tersedak karena mendengar ceritaku. Aku juga ikut tertawa. Tertawa puas. Bahkan sampai menitikkan air mata. Entahlah air mata apa itu. Tapi aku merasakan ada semburan hangat dari dalam dadaku. Membuatku jadi terharu. Dadaku terasa begitu lega. PLONG gitu deh!

Aku juga merasakan seperti ada cahaya yang hangat menyinari diriku. Niatku untuk bunuh diri lenyap bersama angin sepoi-sepoi yang bertiup dari sela-sela dinding seng panti. Kini hatiku terasa begitu lapang dan terang.


Aku baru menyadari. Membuat orang lain bahagia juga bisa membahagiakan diri sendiri. Anak-anak ini memberikanku senyum yang begitu tulus yang selama ini belum pernah kuterima dari orang-orang di sekitarku. Padahal aku hanya melakukan hal yang kecil sekali untuk mereka.


Kalau keponakan-keponakanku, tidak akan tersenyum kalau aku tidak memberikan mereka mainan-mainan mahal. Dikasih pun, mereka tidak pernah mengucapkan terima kasih dengan tulus.


Aku juga menyadari, bahwa untuk anak-anak seperti inilah aku akan berguna. Walaupun aku tidak punya uang banyak lagi sekarang, pasti aku punya sesuatu yang bisa kuberikan pada mereka. Apapun bentuknya itu.


Akhirnya aku menangis. Tangis lega. Tangis bahagia. Tuhan sudah menunjukkan apa yang bisa kulakukan. Aku tidak mau lagi bunuh diri. Aku tidak mau mati.


Anak-anak itu kebingungan dan mengerubungi aku. Mereka menepuk-nepuk pundakku dan mengelus-elus rambutku. Aku menyambut perhatian mereka dengan senyum.


Tiba-tiba Dion berdiri di depanku. Agak jauh.
“Kakak sudah menemukan jalan ke surga,”katanya. “Tapi jalan itu bukan untukku. Aku harus mulai mencari lagi. Kakak sudah tidak bisa membantu.”


Aku mengerutkan kening. Dion tersenyum. “Tenggelam itu sakit, Kak.” Itulah ucapan terakhirnya sebelum dia menghilang.


Aku mengerjap-ngerjap. Dion hilang. Dia hilang sudah seperti hantu-hantu di film yang tiba-tiba memudar begitu saja. Hantu? DION HANTU??? Gyaaaa!!!!


Keesokannya aku melihat berita kematian di koran. Dion. Dia meninggal dua hari yang lalu. Menurut berita, anak itu bunuh diri. Dia melompat dari beranda apartemennya dan tercebur ke kolam renang. Dion mati tenggelam sebelum orang-orang berhasil menyelamatkannya.


Aku termenung di depan koran. Jadi, kemarin itu adalah arwahnya yang belum bisa pergi ke surga? Apakah dia tidak bisa menemukan jalannya karena dia mati bunuh diri? Kenapa dia meminta tolong padaku?


Begitu banyak pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Tapi tiba-tiba aku seperti menemukan jawabannya. Mungkin dia meminta tolong padaku karena dia tahu aku berniat bunuh diri. Orang-orang yang berniat seperti itu mungkin akan lebih dekat dengan alam-alam seberang sana.


Dan ketika aku memutuskan untuk tidak mau bunuh diri lagi, aku mulai menjauh dari alam-alam itu. Makanya, dia mengatakan aku sudah tidak bisa membantunya lagi.


“Kakak sudah menemukan jalan ke surga.”


Masih terngiang di telingaku kata-kata darinya. Aku bisa menemukannya karena kamu, Dion. Semoga kamu juga segera menemukannya...




~END~

I Love Him

Di depanku ada seorang cowok tampan.


Sepuluh meter. Lima meter. Satu meter. Akhirnya dia berada persis di depanku. Tak terhindarkan. Aku pun menabraknya dengan badan mobil sedanku.


Tubuhnya terhempas ke aspal. Nggak sampai kelempar sih, tapi cukup lumayan buat bikin lecet dan biru. Aku panik. Aku keluar dari mobil. Orang-orang di sekitar situ segera berkerumun untuk melihat apa yang terjadi. Cowok itu tergeletak. Tidak bergerak. Tidak ada darah menggenang kayak di sinetron-sinetron pas adegan tabrakan. Hanya wajahnya yang kelihatan sedikit lecet. Ah di tangan dan sikunya juga ada luka sedikit deh.


Aku segera memerintahkan orang-orang yang sedang berkerumun untuk mengangkat cowok itu ke mobil (gue yang nabrak, gue yang perintah-perintah :D). Lalu kubawa ke rumah sakit.


Cowok itu akhirnya sadar. Kata dokter, dia tidak mengalami luka serius. Hanya lecet-lecet dan sedikit memar di beberapa bagian tubuhnya. Aku masuk menemui cowok itu. Berniat minta maaf.


“Lu udah ninggalin bekas luka di muka gue, lu mesti tanggung jawab,”kata cowok itu dingin waktu aku hendak meminta maaf. JEGEERR!!! NENGNONG NENGNONG! Tanggung jawab apaan nih?? Apa dia minta aku menikahi dia karena sudah menorehkan bekas luka di wajahnya??! Jadi film jepang donk!??


Sebenarnya bukan masalah besar untuk bertanggung jawab seperti itu. Asaaall, yang luka bukan cowokk! Tapi ceweekkk! Lah wong aku ini cowokk mass! Cowooook! Masa cowok ngawinin cowookk!! Gyaaaaaa!!! ( <<< lah ini teriakannya nggak cowok banget)


“Tanggung jawab apa ya?”tanyaku pelan-pelan. “Ya lu mesti biayain pengobatan gue lah! Mank apa lagi??”tukas cowok itu kasar. Amin amin. Gue bayarin dah kalo itu doank mah! Asal jangan lu suruh gue ngawinin lu ajah! Aku mengelus dada. Lega.


Nggak jadi lega. Ternyata cowok ini tidak punya rumah. Kartu identitas pun tidak ada. Dia sih ngakunya pengembara. Tapi nggak mungkin ada pengembara yang tampangnya seganteng, serapi, sebersih dan se-se yang lain kayak dia. Lagian pengembara kok peduli amat sama tampangnya!


Akhirnya karena merasa harus bertanggung jawab. Ku bawa dia pulang ke apartemenku dan jadilah kami tinggal seatap. Rasanya aneh ada orang asing di dalam apartemenku, cowok pula. Ganteng juga. Pasti para tetangga akan mulai bergosip. IIIhh, dia ternyata homo ya?? Atau, udah gue kira dari dulu-dulu kalo dia itu nggak lurus! Yah, kira-kira gosip semacam itulah.


Tapi hidup di Jakarta memang harus bermental baja. Kalau tidak kita tidak akan bertahan dan akan lenyap oleh seleksi alam! Begitulah menurut Charles Darwin.


Selama tinggal serumah dengan cowok yang minta dipanggil Jack itu (mungkin dulu itu dia tukang o-jack), aku baru menyadari kalau sepertinya dia cowok yang berbahaya. Setiap kali nonton dvd, film-film yang dipasang seputar darah, pembantaian, tubuh yang tercerai berai atau kanibalisme! Dia kelihatan sangat menikmati setiap adegan mengerikan di dalam film. Aku saja yang beli tuh dvd, nggak berani nonton kalau sendiri (beraninya rame-rame :D). Pernah sekali aku penasaran dan mengintip film yang ditontonnya. Waktu menonton film itu, dia tertawa keras sekali.


TERNYATAA!!!! SAW III ! Dan dia sampai terguling-guling di lantai karena tertawa! OMAIGADD!!!! Belakangan ini pun, aku sering mendapati dia diam-diam keluar apartemen setiap malam. Dia selalu membawa kantung hitam setiap kali menyelinap keluar. Aku coba untuk membuntutinya suatu malam. Ia pergi ke tempat pembuangan sampah dan membuang kantung hitam itu di sana. Saat itu, samar-samar aku melihat, celana yang dikenakannya berlumuran darah! Oh Tuhan! Apa yang telah dilakukannya!??? Apakah ada potongan-potongan tubuh di dalam kantung hitam itu??! TIDAAKK! Tuhan, lindungi saya dari cowok ini!!!


Aku harus segera mengeluarkannya dari apartemenku! Segera ku cari dokter bedah plastik terbaik yang bisa memulihkan wajahnya dari bekas luka! Keluar sepuluh dua puluh juta tidak akan terasa dibandingkan nyawaku harus terancam! (mana ada bedah plastik sepuluh juta!) Aku pulang lebih cepat untuk membawanya ke dokter bedah plastik. Tapi Jack tidak ada dirumah.


Tiba-tiba terdengar suara bel pintu. Kubuka pintu apartemenku dan kutemukan ada dua orang berseragam polisi bertampang seram. Aahhh! Pak polisi!! Aku selamat! Mereka pasti sedang memburu Jack, si pembunuh tampan berdarah dingin. “Selamat siang, Pak!”seru pak polisi nomor 1 (sial gue dipanggil bapak! Nggak terima!). “Apa ada gadis berumur dua puluhan pernah datang kemari?”tanya pak polisi nomor 2. Aku diam. Kalau cewek umur dua puluhan datang kemari sih, banyak! Aku juga nggak ingat sudah berapa cewek yang aku bawa ke apartemen ini (ketauan buaya dah!)


Kalau boleh tahu, gadis yang kayak gimana ya, Pak?”kataku memastikan (mampus loo gue panggil Pak juga!!). Pak polisi nomor 1 mengacungkan sebuah foto ke depan wajahku. Wedeh! Cewek cakep! Cakep banget! Kalau ni cewek ke sini mah, nggak bakal gue nggak inget! Nggak gue kasih pulang, iya! Tapi, sepertinya wajahnya familiar. Kuteliti foto itu lebih lama.


AH! Itu si Jack! Cuma rambutnya panjang!


“Kami dapat laporan, katanya ada yang melihat gadis ini berkeliaran di sekitar sini. Dia kabur dari rumah satu minggu yang lalu. Kalau melihat gadis ini, tolong laporkan kepada kami. Terima kasih,Pak!”kata Pak polisi nomor 1 sambil pamit pergi.


Aku bengong sebentar di depan pintu. Tiba-tiba ada suara dari dalam apartemen. Si Jack keluar dari kamar mandi hanya dibalut handuk se-dada. Kami beradu pandang... Sedetik kemudian dia menjerit sekeras-kerasnya. Ya ampun, jeritannya memekikkan gendang telinga! Dia benar-benar cewek! Jack langsung melesat cepat ke kamarnya. Yah tontonan gratis sudah selesai. Lalu aku bengong lagi. Masih mencoba menelaah kejadian ini.


Ah, kebelet pipis. Menelaahnya sambil pipis ajah deh.


Di kamar mandi, ada sebuah kantung hitam. Itu yang dibuang Jack setiap malam. Aku yang tiba-tiba mendapat pencerahan, sudah tidak penasaran lagi dengan isi kantung itu. Soalnya di atas toilet ada satu pak pembalut wanita yang sepertinya lupa di bawa Jack sehabis mandi. Wah ternyata pulang cepat membawa keberuntungan :D


Selesai dari kamar mandi, Jack sudah menunggu di ruang tamu. Rambutnya tiba-tiba jadi panjang. Cantik sekali! “Tadi ada polisi yang nyariin kamu,”kataku. Matanya yang besar membelalak. “Gue emang kabur dari rumah dan gue nggak mau pulang sekarang! Lu nggak bisa ngusir gue dari sini karena lu masih harus bertanggung jawab atas luka-luka gue!”serunya panik. Aku tersenyum kecil. Kalau sekarang sih, tanggung jawab bukan masalah besar. Di suruh kawinin kamu pun aku mau :D






~END~